Assalamualaikum, readers :)
Dalam rangka menyambut hari Anniversary pernikahan saya yang ke dua tahun, saya mau menuliskan kembali tentang proses "ribet" dan "seru"nya segala sesuatu persiapan menjelang hari pernikahan saya, hari dimana saya akan memasuki kehidupan baru. Excited dong? iya lah soalnya masih serasa gak percaya, akhirnya menikah!! atau menikah juga saya!! HAHAHA* dan yang paling penting adalah, alhamdulillah ada seseorang yang dengan jalan halal mempersunting saya menjadikan saya sebagai seorang istri.
Beberapa hari saat masuk bulan Oktober, di sosmed saya sudah share kembali sih mengenai proses pembuatan undangan dan cerita dibalik design undangan saya, postingannya
di sini nih :) selain itu ada juga saya menulis tentang adat
mangerang undangan (adat membawa undangan).
Nah kali ini saya mau menuliskan yang kelupaan saya bahas, hehehe sudah lama saya mau bahas ini, tapi masih kurang bahan tulisnya, soalnya kalau saya wawancara ke para Datok saya, pakai bahasa mangkasarak jadi agak sulit saya tuang ke dalam EYD hahaha! tapi bersyukur kali ini sudah ada, karena bantuan dari beberapa teman-teman di group Anging Mammiri, blogger Makassar ^^
Bagi yang pernah menghadiri suatu hajatan pernikahan orang Makassar atau Bugis, pokoknya di Sulawesi gitu, pasti pernah liat suatu Baruga (gerbang) yang menjulang tinggi seperti bangunan mini di depan pintu masuk kediaman pengantin kan? nah gerbang ini dikenal dengan nama Lasugi (orang Gowa menyebutnya begitu) atau Wala Suji (Orang Bugis menyebutnya begitu).
Lasugi ini terbuat dari anyaman bambu.
Kenapa lasugi harus menggunakan pohon bambu? karena pohon bambu dipercaya memiliki makna filosofi. Pohon bambu adalah sejenis tumbuhan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Ada satu sisi dari pohon bambu dapat dijadikan bahan pembelajaran bermakna, yakni pada saat proses pertumbuhannya.
Pohon bambu ketika awal pertumbuhannya atau sebelum memunculkan tunas dan daunnya terlebih dahulu menyempurnakan struktur akarnya. Akar yang menunjang ke dasar bumi membuat bambu menjadi sebatang pohon yang sangat kuat, lentur, dan tidak patah sekalipun ditiup angin kencang. Lebih jauh memahami filosofi pohon bambu tersebut, dihrapkan sama dengan kehidupan sang pengantin nantinya.
Bagi masyarakat Bugis-Makassar, lasugi, dipakai sebagai acuan untuk mengukur tingkat kesempurnaan yang dimiliki seseorang. Kesempurnaan yang dimaksud itu adalah keberanian, kebangsawanan, kekayaan, dan ketampanan atau kecantikan.