LIFE IS

14 December 2010



Kehidupan ibarat sebuah pohon takdir yang ditumbuhi puluhan bahkan ratusan cabang dan ranting. Ada cabang yang kokoh berdaun rimbun, berbunga, dan berbuah melimpah. Ada cabang yang kokoh, namun tak dihiasi terlalu rimbun daun maupun buah dan bunga yang indah, tapi masih tetap berdaun, berbuah dan berbunga. Ada pula cabang yang kering hingga hanya memiliki sedikit daun karena meranggas, tanpa memiliki sedikitpun buah dan bunga. Yang paling menyedihkan adalah cabang yang bahkan mati sebelum ditumbuhi daun…
Ketika cabang terbentuk. ……..Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi terhadap cabang tersebut. Semuanya berada di luar jangkauan, berada di luar kuasa kita. Cabang dan ranting adalah pilihan-pilihan yang harus kita tempuh untuk menjalani kehidupan.

Hidup pun seperti koin yang bersisi dua, setiap saat penuh teka-teki dan misteri, namun sebagai orang bijak, pilihan harus diambil dengan ketulusan hati dan jangan pernah menyesal, karena tidak ada orang yang sukses dimuka bumi ini, tanpa pilihan-pilihan hidup yang salah. Setiap tindakan dan keputusan memiliki konsekuensi dan resiko masing-masing. Jadi, kehidupan yang dimiliki saat ini adalah hasil dari keputusan atas pilihan yang sudah kita lakukan di masa lalu.
Waktu tidak pernah bisa ditarik mundur…

Dan selalu saja ada pilihan dalam hidup ini, selalu saja ada lakon yang harus kita jalani, namun seringkali kita berada dalam kepesimisan, keraguan, dan kebimbangan-kebimbangan yang kita ciptakan sendiri. Kita kerap terbuai dengan alasan-alasan indah untuk tidak mau melangkah dan tidak mau menata hidup karena hidup adalah pilihan.

Tahun Berwarna Pink

02 December 2010


berlalunya Ramadhan 1431H menyisakan getaran tersembunyi dalam lubuk hatiku. entah namanya apa dan bagaimana di jabarkannya. seperti takut akan ruangan gelap nan dingin, yang dimana tak ada sesiapapun dan tak ada penghangat dan cahaya. takut bagaimana nanti jika tak mampu kembali menemui Ramadhan dengan lebih khusyuk dan dengan lebih tawakkal dalam beribadah.
Begitu cepat hari-hari berlalu, begitu cepat siang dan malam berganti, dan betapa cepat malam menggrogoti umur ku.

Seolah baru kemarin aku meninggalkan Ramadhan 1430 H yang masih terkenang laksana mimpi indah. Dan itulah hidup, setiap yang datang pasti akan pergi. Kemudian datang berikutnya musim haji, berlalu laksana tamu yang mulia, mampir sebentar lalu melanjutkan perjalanan.

Sekarang sempurna waktu setahun meninggalkan ku dan tak kan pernah kembali.

Waktu adalah sesuatu yang tak terbendung, ia akan terus bergerak sekalipun aku telah lelah untuk beranjak dari tempatku berdiri, ia akan terus melangkah ke depan sekalipun aku telah kehilangan semangat dalam mengarungi kehidupan ini.

Tapi inilah realitas dari kehidupan, ketika kita merasa telah berjuang begitu keras, ternyata masih banyak kerikil tajam yang masih mengganjar di setiap langkah kita, ketika kita telah berupaya, masih ada kegagalan yang menghampiri kita, masih ada tangis yang mengiringi jalan kita, masih banyak hal yang tidak sesuai dengan harapan kita, apalagi ketika kita memasuki tahun-tahun penuh tantangan seperti ini.

2010 adalah Tahun yang berwarna Merah Jambu (pink) bagiku. aduhai simbolisasi warna penuh cinta bukan? cinta yang masih hangat. antara aku dan keluargaku, aku dan teman/sahabat2ku, aku dan seorang pria yang hadir mengisi keseharianku serta relung-relung hatiku. betapa aku bahagia dengan kelengkapan seperti ini. namun aku harus tetap ingat bahwa Semua yang ada di dunia ini diciptakan berpasang-pasangan, sebagaimana yang ditulis dalam Al-Quran "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah." (QS. ADZ-DZAARIYAAT:49)
ya supaya aku ingat akan kebesaran Allah. Manis-asin, gelap-terang, panas-dingin, sakit-sehat, sedih-bahagia, dan semuanya punya dinamika masing-masing. tidak ada yang sempurna di dunia ini. namun aku percaya, satu yang sempurna adalah kasih sayang Allah padaku.

Allah selalu mengijinkan aku mentaatiNYA
Ijinkan aku mencintaiNYA, Ijinkan aku bersabar, Ijinkan kebaikan untukku hingga IA tidak melihat dari diriku melainkan kebaikan, Mudahkan aku untuk jadi taat, cinta, sabar, ijinkan aku untuk semua itu meski aku ini hamba yang paling pemalas.bagaimana bisa aku minta mudah. aku harus jatuhkan keringatku, kumpulkan ketakutanku, perangi marahku, luluhkan nafsuku, korbankan hartaku, tantang nyawaku, dan jatuh bangun dalam sujud dimalam-malamku.
***

suatu subuh yang bening dipenghujung bulan Agustus, Terdapat pesan pada Subuh nan jelita… di mana mulanya pagi adalah.. dingin yang mulai menyusup dalam rahang jiwa namun tak gentar diri dalam lamun alang angkasa… Ingin kusampaikan yang tak teraba oleh mata namun nyata… hanya hatiku bimbang untuk memulainya.. Aku bangun menentramkan perasaanku, mngucap istigfar dalam hati dan menyebut asma Allah, kemudian mengucek-ucek mataku yang mungkin pada waktu itu sedang ditiup-tiup bersayu oleh syaitan yang mengahalangiku untuk sholat subuh itu. kuseret langkahku ke kamar mandi dan segera ku basuh wajahku dengan air wudhu. akupun mulai sholat seperti biasanya. selesai dzikir kemudian dengan doa yang hanya untuk kedua orangtuaku. aku kembali ke tempat tidurku, Jam lima lewat seperempat pagi, mimpi mungkin sudah kembali ke nol lagi. aku ingin dengar bagaimana ranjang menyanyikan tubuhku. aku berleyeh-leyeh sembari membaca buku "Daughter Of Fortune" yang sudah kuhabiskan tujuh BAB dari 40 BAB.

entah mengapa di seruak dada memerintah untuk berhenti saja membaca, kututup buku tanpa membatasi halamannya, aku membalikkan badan ke sisi kiri untuk memeluk guling, kemudian hendak tidur lagi karena mengingat kegiatannku dimulai pukul sepuluh, masih ada kesempatan empat jam untuk tertidur. tapi mataku pun tak jua ingin tertutup. kupilih beranjak ke jendela, ku ambil kamera canon EOS 40D ku yang lensa F4, 70-200mm-nya terpasang, kuabadikan daun-daun dan pepohonan yang sedang dipeluki embun. tak lama setelah memotret, aku merasakan nyeri didadaku, mungkin karen akamera ini agak berat, tapi tak sebiasanya bila aku mengangkat alat berat ke bagian dada, tak sebiasanya terasa ngilu dan nyeri. aneh.
kemudian kusudahi, kusimpan kembali kameraku di tempat tidur. masih di tepi jendela aku terjaga, seperti didadalam dadaku ada yang sedang berseteru, namun aku tak sedang berpikir apa-apa, perasaanku tak terganggu oleh apapun, hatiku tak sakit, aku sedang bahagia, lalu mengapa dadaku terasa sakit. aku mencoba menyentuhnya.
***

Disaat kicau burung menyapaku dengan suara merdunya, Bahkan dengan tarian lincah di iringin senandung angin pagi, Aku terjaga……bukan dengan tawa apalagi bahagia…Aku ingin tetap pejamkan mata hingga aku tiada merasa, semoga bukanlah seperti apa yang tiba-tiba terlintas tadi. Namun semakin kupejamkan mata…semakin aku tersiksa oleh rasa penasaran yang merengsek maju mengepungku dan tak membiarkanku bernafas untuk berpikir. Kulayangkan tangan menggapai handphoneku di samping bantal, ku tekan nomor dua ditombolnya, "calling... Ummi" Kuharap suara ummi akan tenggelamkan galau di dada… Atau bahkan pecahkan pedih yang tiba-tiba ini Namun ummi tidak menereima telponku, tiga kali aku mencoba tetap tak di hardiknya,aku tetap tersiksa Sejenak. kuharap ummi segera menelponku kembali. mungkin ummi sedang dihalaman depan dan handphonenya dibiakan dikamar, kalau dikamar ada papa, mungkin papa sedang mandi atau sedang bersiap-siap menuju kantor, atau mungkin handphone umi di silent.

Dalam keraguan, seribu tanya, seribu tebakan. kupanjatkan doa Diiringi tangis yang sembunyi di sudut mata.. Tuhan mungkinkah?? Tuhan… Mohon… mohon…dan sungguh mohon padamu.. apakah ini benar terjadi padaku??
pagi itu aku dilimpungi pertanyaan, berulang kali kucoba menyentuh dadaku, terasa nyeri memang. ada apa? kenapa bisa begini?
akupun terpejam dan tertunduk berselimutkan harap akan kasih Pencipta. jika memang benar jika memang hanya bukan Balutlah hatiku kenapa bisa sampai sedemikian rancu, lindungi aku dari pikiran buruk tentang Rahmat dan CobaanMU Tuhan.

"Dan aku tiada mengetahui, boleh jadi hal itu cobaan bagi kamu dan kesenangan sampai kepada suatu waktu."" (QS. AL ANBIYAA':111)
***

Mtahari mulai garang bersinar, aku sudah di tempatku beraktifitas. hiruk pikur suara teman-teman hanya menjadi backing sound dalam pikiranku, pikiranku masih terpaut soal diriku. tentang yang terjadi tadi pagi. tiba-tiba Ayu teman seruanganku membuyarkan pikiranku dengan berteriak kencang, mengeluhkan kesalahannya dalam menyeleksi dokumen kasus yang jadwal sidangnya siang itu satu jam lagi. "Gimana nih Qi? Ibu Afni ga mau tau katanya aku harus beresin dari awal lagi" gerutunya, dia menyalahkan dirinya terus, menyumpahi dirinya dengan kata bodoh, tolol, ceroboh, pemalas dan lain sebagainya seolah hari itu adalah hari yang kelam sekelam-kelamnya. dia tak tau apa yang melimpungiku. aku hanya tersenyum tipis saja, "Mana sini coba liat?" aku menyeret berkas putusannya yang dua ratus halaman itu. "Kamu cuma salah jilid nih, halaman petikan kmu jilid dibelakang tuh, periksa baik-baik". unggahku. Ayu pun membolak-balik halamannya, kemudian berteriak lagi "haaiyyaa untungnya yah, coba aku periksa dulu tadi, pasti tau salahnya dimana, td langsung takut banget, langsung down banget... makasih ya Qi" kemudian dia berlalu ke ruangan penyerahan.

"periksa" kata itu berdengung kembali di pikiranku, benar, harusnya aku segera memeriksakan ini ke dokter, apa benar ini adalah gejalanya? atau hanya apa? entahlah. aku selalu takut sebelum mencoba, aku pesimis. aku bingun, aku tak tau harus bagaimana.

handphone ku berdering, kulihat LCD nya ada nama papa, kuangkat, beliau hanya tanya keberadaanku, apa aku sarapan tadi? dan beliau juga tanya soal telpon subuhku tadi. "cuma pengen ngomong sama umi, nyuruh umi kerumah, Qi pengen minta dibeliin sesuatu sama umi, hehehe.." candaku. aku tidak tinggal serumah dengan papa dan umi, papa memberi rumah untuk aku di wilayah yang dekat dari kampus sehingga memudahkan aku untuk berkegiatan, tidak jauh-jauh seperti rumah orangtuaku yang jaraknya tiga jam lebih bila k=harus ke kampus, sedang dari rumahku hanya butuh waktu 45 menit.
aku belum mengatakan hal yang sebenarnya kepada papa secara langsung, biar nanti papa tau dari umi saja. aku tidak mau mengkhawatirkannya, mengagetkannya. habis papa yang bahkan sariawanku saja di perhatikan seperti pasien sakit berat. heheh.
tak lama setelah Papa menelpon, umi sms
Qi umi lagi dijalan ke central, kamu pulang jam berapa? umi tunggu!

syukurlah, umi mau kerumahku. ada kelegaan tapi rasa was-was itu kini berubah jadi rasa gugup.
sampai dirumah, kudapati umi didapurku memasak segala macam lauk untukku dan untuk adikku yang menemaniku tinggal disitu. sejenak melihat dan mencicipi masakan umi aku sempat lupa pada hal yang ingin kusampaikan pada umi. setelah makan aku tertidur di sofa depan televisi, sedang umi asyik bercertita dengan tetanggaku yang tak lain adalah kakak iparnya sendiri. sayup-sayup kudengar mereka bercerita tentang pernikahan, entah pernikahan siapa...
***

begitu aku terbangun, setelah mandi, ku ajak umi ke kamar, ku utarakan semua apa yang terasa disekeliling dadaku, nyeri yang sering-sering. kulihat wajah umi mulai berubah, dia mendengarkan keluhanku, sambil melayangkan beberapa pertanyan-pertanyaan yang berhubungan. umi menggenggam jemariku, dingin tangannya dapat kurasakan, namun hangat pelukannya menentramkanku. umi memcoba meraba dadaku, kurasakan umi memegang benjolan kecil didalamnya yang kenyal dan seperti berpindah-pindah.
ketakutan yang membuatnya menangis, Konsekuensi dari sebuah keadaan, Meskipun jua terasa nyaman, Nyaman akan seseorang yang terindah, ummiku. lama dia mengerutkan alisnya, merangkulku erat-erat. tanpa sadar dalam rangkulan umi aku jadi mengingat almarhumah Nenek Zainab (ibu kandung umiku) yang dipanggil Allah pada tahun 2001 karena penyakit kanker payudara. dan pula aku tersenyum mengingat canda tawaku bersama almarhumah Tante Hatidar (kakak kandung Papa) yang wafat di tahun 2006 karena penyakit yang sama.
Menghakimi nurani bukan jawaban, Memahami adalah sebuah keharusan.
***

dari dalam kamar kudengar umi menelpon papa, selepas sholat magribh ummi meminta papa menjemput umi di rumahku, sembari bercerita soal aku, aku kemudian sholat... tak tau harus berdoa bagaimana pada Allah, aku hanya layangkan sebuah pertanyaan dalam sujud terakhir, dalam lubuk hati yang terdalam Apakah ini cobaanMU ataukah Rahmatmu?!

Malam itu papa sudah datang, menepuk bahuku yang sedang asyik ber-haha hihi dengan teman didunia maya. "Hmm.. online, online terus nih ye, giman aktifitas km tadi?" , ku jawab "ya biasa pa bolak-balik ruangan antar berkas, trus kekampus duduk diam, hahaha" papa pun tertawa, yah tertawa. aku dan papa bila bertemu pasti membahas suatu hal yang membuatku tertawa, ada-ada saja, seperti misalnya perilaku teman-temannya dikantor yang sering salah membawa dokumen, atau soal mobil tua ku si bambino yang rewel tiap saat, kadang pula tentang kamera canon ku yang belum mahir aku gunakan. tak ada pembahasan seperti apa yang kuberitahukan pada umi tadi.
***

Selesai makan malam bersama, aku, papa, umi dan seorang adikku menyantap buah-buahan yang ada di kulkas, mangga manis. sedaritadi kuperhatikan wajah ummi, bekerut alisnya, matanya memandangiku dengan penuh rasa sayang bukan kasihan, entah... selama ini pandangan mata umi terhadapku bermacam-macam,tapi bahkan yang marahnya, jengkelnya dan kesalnya itu merupakan bagian dari rasa cintanya untukku. ketika Pikiran, hati, jiwa, dan emosiku selalu bekerja demi masa depanku ummi selalu berpacu dengan waktu Karena ummi yakin, tanpa itu bisa jadi aku terlindas oleh jaman yang semakin keras, ummi pengantar luasnya pengetahuanku, Kala wadah kosa kataku hanya bagai tetesan air, ummi yang memenuhinya hingga menjadi sebuah lautan. ummi bintang berkilauku Yang tak akan pernah terlupakan oleh rangkaian huruf cahaya sejarah peradaban manusia Andai aku bisa, ummi... Kan kubalas segenap cinta dan kasihmu, Andai aku mampu,ummi... Kan kupersembahkan seterang kilauanmu, sehangat dekapanmu,setulus kasihmu,dan sebijak nasihatmu.

tiba-tiba Papa berdeham, "Jadi kapan mau ke dokter Daniel?" ditanyakannya itu padaku tanpa nada-nada yang khawatir, sambil terus mencomot mangga manis di piring. seperti biasa, cara berbicaranya lancar, santai, tegas dan lugas...
aku menaikkan kakiku ke sofa, besandar di pinggir sofa, lalu sambil tetap mencicipi mangga aku pun menjawab "Terserah kapan, qi di kabarin aja,"
pilihannya jatuh pada besok malam selepas magribh, tp ummi sudah memesankan nomor antrian sejak pagi untukku.

malam itu...
malam itupun setelah periksa memang benarlah adanya, benjolan didadaku itu adalah kanker. vonis itu kuterima tepat setelah adzan isha berkumandang , dihadapan dokter Daniel yang murah senyum,. mata dokter itu menatapku teduh menenangkanku dengan berbagaimacam presepsi pengobatan stadium awal untukku, bahkan tawaran operasi pun keluar dari bibirnya yang sedang tersnyum.
disampingku, umi menggenggam tanganku, sambil terus berbicara dengan dokte daniel dengan suara yang lesu. aku mulai tak suka umi saat seperti ini. sungguh!
umi berbicara seakan-akan aku tak ada disampingnya, seakan-akan aku menderita penyalit yang parah dan terparah didunia, betapa ummi terlalu hiperbola waktu itu. meski dokter daniel tetap menyupors dan tidak menakut-nakuti ummi, umi tetap saja berkesah berbicara. aku mulai kesal, memasang wajah cemberutku sampai doketer daniel bilang aku takut. sumpah ! aku tidak takut. sama sekali tidak takut!

Kalau Allah menginginkan kebaikan bagi seorang hamba, maka Allah akan memberikan siksaanNya secara lebih awal di dunia saja.” (Hadits riwayat At Tirmidzi)

umi bukan yang mengajarkanku tegar?
ummi bukan yang mengajarkanku kuat?
ummi bukan yang mengajarkanku ikhlas dan sabar?
***

hari-hari ku jalani sudah tak seperti biasanya lagi, kegiatan penuh seharian dipotong hanya setengah hari, tidak lagi makan sembarangan makanan, aku kini punya list makanan untuk penderita penyakit kanker dilarang sama sekali. obat-obatan jadi daftar baru penghuni tas ku, telpon papa dan ummi jadi alarm pengingat obat ku. hingga kini masih seperti itu.


(B E R S A M B U N G)

Hidup memang ada yang dimudahkan olehNya. Demikian sebaliknya, karena memang ada "sebab akibatnya". Kalau Dia memberikan kemudahan, mengapa tidak.
jangan berhenti meminta kemudahan. MInta saja apa yang kita mau, Dia suka hamba yang meminta, asalkan kita menuruti apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang telah dilarangNya.

kita manusia biasa, kalau kita di timpa penyakit, kemelaratan, kesengsaraan, dan bencana alam, mari kita berbaik sangka kepada Allah, mungkin dengan semua ujian itu, Allah juga lagi mengetuk hati kita, untuk selalu ingat dan dan memohon ampun kepadaNya dengan merendahkan hati.

Mungkin dihari-hari sebelumnya kita sebagai hambaNya, begitu sibuk mengurus dunia yang melenakan, sehingganya kita tidak sempat dan merasa tidak perlu berdo’a, shalat tahajjud, shalat duha, bahkan shalat wajib. Dan kita merasakan, apa saja yang kita dapatkan semata-mata karena kepintaran dan kerja keras kita.

Akhirnya, Allah Yang Maha Kuasa, menegur kita dengan sedikit bencananya. Mungkin bencana itu berupa penyakit, kemelaratan, dan kesengsaraan. Atau bahkan mungkin, itu berupa bencana alam seperti kebakaran, banjir, angin puting beliung, gempa bumi, tsunami dan lain-lain sebagainya.

Kemudian bagi hamba Allah yang merasakan ujian itu sebagai panggilan Robnya, ia akan menyungkur sujud dengan penuh rasa takut dan penyesalan, bahkan ia akan minta ampun kepada Allah dengan berlinangan air mata.
Dia meyakini firman Allah dalam Al Qur’an:
“Kebaikan apapun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apapun yang menimpamu, itu dari kesalahan dirimu sendiri….”(Surat An Nisa:79)

TUNGGU SAMPAI AKU PERGI

23 August 2010
Cerpen pertama saya : di buat sejak 12 January 2005
_______________________________________________________________




“Ini resepnya, harap di konsumsi sebaik-baiknya dan tepat waktu, juga jadwal yang sudah kami tetapkan, jangan sampai ada yang terlewat! Dua bulan bukan waktu yang lama. Ini demi kebaikan kamu” kata Dokter.

Fina yang dinasehati dan dianjurkan oleh dokter, hanya mengangguk sambil terus memperbaiki kerudung hijaunya. Dia melipat kertas yang telah ditulisi resep dokter, dan memasukannya kedalam dompet.

“Iya dok, terimakasih banyak, kalau begitu saya permisi!” Sapa Fina yang beranjak meninggalkan ruangan. Derap langkah kakinya terdengar seperti berlari, tapi dia tetap mencoba untuk terlihat berjalan biasa saja, dia ingin cepat-cepat keluar dari Rumah Sakit yang baunya membuat hidung Fina kurang toleran.

Begitu sampai di halte bis yang tak jauh dari Rumah Sakit tersebut, Fina hanya duduk berdiam diri, orang-orang disekitarnya sibuk untuk menahan kendaraan. Dia termenung, memikirkan selembar kertas yang diberi dokter tadi, sebuah resep untuk mengobati penyakitnya, yang dihitung-hitung resep yang sama untuk kesekian kalinya.

Bis yang harusnya dia tumpangi sudah datang, asap knalpotnya menggempul, bergabung dengan debu dijalanan, terhembus angin, dihirup oleh orang sekitar yang ada disitu, untung Fina menggunakan kerudung hijaunya yang cukup panjang untuk menutupi wajahnya, menghindari asap knalpot bus itu.

“BeTePe… BeTePe…, kompleks Bumi Tamalanrea Permai…!!” teriak kernek bus sambil menggedor-gedorkan pintu busnya supaya didengar orang yang ingin menuju tujuan bus. “Neng kerudung hijau, BeTePe Neng, gak naik?” Tanya kernek itu pada Fina yang daritadi hanya duduk diam saja.

“Gak Bang! lagi nunggu orang…” jawab Fina sambil tersenyum.
“Oh nunggu orang? Gaya bener? Nunggu orang di halte, di café aja sana!” ujar sang kernek sambil berlalu pergi.

Fina sendiri tak habis pikir, dia menunggu seseorang. Padahal dia belum melakukan apa-apa, menelepon juga belum, hatinya masih bimbang antara ingin menelepon atau tidak usah. Takut merepotkan tapi sangat butuh. Fina sangat ingin bertemu dengan Sahid saat ini.

Sahid lelaki berusia 27 tahun, yang empat tahun lebih tua daripada Fina, adalah pacar Fina selama kurang lebih satu tahun ini. Yang sekarang ini, disaat Fina bimbang ingin menghubunginya, Sahid sedang berada disebuah restoran mahal dan terkenal, tidak sendirian. Dia bersama sekretaris barunya yang sangat amat cantik jelita, ternyata hubungan antara pemimpin perusahaan dengan sekretarisnya itu bukan hanya sekedar hubungan kerja atau pertemanan, Sahid dan Lola, sekretarisnya. Ternyata telah menjalin hubungan diam-diam dibelakang Fina selama tiga bulan lebih.
Sahid sedang asyik menyuapi sesendok nasi kepada Lola, dan menuangkan minuman, bercanda ria, tertawa dengan senang sambil mentowel pipi Lola, berpelukan mesra didepan umum, lalu berangkat lagi menuju pusat pertokoan, mebelah beli busana, sepatu, dan lainnya kebutuhan Lola, Sahid hanya menemani sambil merangkul wanita seksi itu. Cukup lama kebersamaan mereka, hingga handphone Sahid berdering dan diangkatnya. Dia tahu kalau itu Fina, Pacarnya yang sah.
“Halo?” Ucap Sahid
Fina diseberang sana masih berdiam, belum menjawab sapaan Sahid ditelepon.
“Fina, ada apa?” Tanya Sahid datar.
“Bisa ketemu? Ada yang… yang… mau saya omongin…”
Sahid menaikkan alisnya, disampingnya ada Lola bertengger dibahunya, “Bisa, kapan? Kebetulan saya juga ada yang mau diomongin sama kamu…”
“Dirumahku jam tujuh malam ini, datang ya…!”
“Iya…”
“Klik” telepon terputus, itu saja. Mereka hanya buat janji temu, setelah menutup telepon, Fina tidak langsung beranjak dari tempat duduknya dihalte, dia masih merenung, wajahnya yang tertutup kerudung hijau tampak suram dan pucat, harusnya dia tadi meminta Sahid untuk menjemputnya. Selain itu dia juga jadi bertanya-tanya hal apa yang ingin disampaikan Sahid padanya.
“Lola sayang, mungkin setelah malam ini, kita sudah bisa bebas berpacaran, Karena kurasa malam ini aku akan jelaisn semuanya ke Fina, dia mungkin bakalan ngerti hubungan kita…” Ujar Sahid sambil memeluk Lola.
Dan menuju malam hari, janji temu antara Sahid dan Fina, tak henti-hentinya Sahid bernyanyi dalam hati, dia akan melepaskan ikatan kasihnya dengan Fina karena mencintai gadis yang cantik jelita dan seksi itu, entahlah relung hatinya terhadap Fina mulai gelap, dia tak lagi merasakan manis manja Fina padanya, seperti pupus saja.
Setelah sampai dirumah Fina, Sahid dipersilahkan duduk oleh Fina, wajah Sahid agak tegang melihat raut muka Fina yang cukup pucat, bibirnya kering, dan mungkin karena insomnia membuat bekas dikelopak matanya. Sementara Fina terus memasang senyum.
“Makasih ya udah datang…” sapa Fina sambil menyuguhkan teh hangat kesukaan Sahid.
“Iya sama-sama, sebenarnya apa yang mau kamu omongin ke aku?” Sahid memulai pembicaraan sembari menyerutup teh hangat itu.
Fina terdiam, dia menunduk, perasaannya campur aduk, antara, takut dan bingung. Hal yang sama sekali belum pernah dia beritahu kepada Sahid selama mereka bersama.

Sahid juga kelihatan bingung, dia hanya penasaran tatapannya tak lepas dari Fina yang hendak berusaha mengatakan sesuatu. Fina memandang Sahid sambil tersenyum, matanya berkaca-kaca, dia terus smemandangi wajah Sahid yang baginya adalah wajah seornag malaikat penjaganya yang senantiasa membuat perasaan dan jiwanya menjadi tenang, yang menjadi kehangatan di saat malam dingin dan yang menjadi sinar terang di saat kegelapan. Sahid membalas tatapan Fina, hatinya mulai tersentuh lagi oleh pandangan mata Fina yang seperti itu, sudah lama dia tak memandang mata Fina seperti itu, dia jadi agak keki, dan cepat-cepat mengalihkan perhatiannya.

“Fina… aku sepertinya masih ada tugas kantor, jadi setelah dari sini aku harus segera ke rumah Pak Dahlan mengambil berkas… jadi ada apa?”
Fina tersenyum dan meminta maaf, kemudian beranjak menuju salah satu ruangan dirumahnya, mengambil dompetnya dan mengambil kertas, lalu kertas itu diperlihatkan pada Sahid. Sahid dengan tegang menerimanya, matanya tak lepas dari ekpspresi penuh tanya.

Setelah memegang kertas itu, Sahid mulai membaca deretan tulisan-tulisan yang memenuhi kertas itu, satu persatu dibaca dan dipahami, terus hingga ia melihat sebuah tandatangan. Bola matanya membulat, bibir dan tangannya gemetar setelah membaca isi dari ketas yang diberikan Fina tadi.

Dia menatap mata Fina dengan tajam, dia beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Fina yang berdiri tak jauh, memegang bahunya dengan erat.
“Kenapa ini bisa terjadi?” Suara Sahid gemetar.

Fina berusaha tetap tersenyum, dan menghasilkan sebuah tawa, tapi airmatanya tak bisa dibendung lagi, dia menangis tapi dia juga tersenyum bahkan tertawa saja tanpa bisa menjawab pertanyaan Sahid.

Sahid mengulang pertanyaannya, kali ini dengan suara yang lantang, dan mengguncang tubuh Fina, Fina tetap menangis sambil tersenyum, menggeleng karena tak tahu jawabannya, dan menggangguk karena ini benar-benar terjadi padanya. Sahid memeluk Fina dengan erat, airmatanya mulai menetes, dia terus mengulang pertanyaannya dalam tangisan dan Fina dalam pelukannya hanya dapat mencoba tersenyum saja.

Kertas putih, yang tadi dibaca Sahid, jatuh kelantai, kertas itu beserta isinya yang merubah segala rencana Sahid terhadap Fina, tak ada lagi Lola, dia jadi melupakan semua berbagai alasan yang akan dikatakannya pada Fina. Hatinya ikut hancur dia tak lagi bernyanyi dalam hati karena senang, suara yang terdengar kini hanya isak tangis mereka berdua. Kertas putih yang bertuliskan “SYAFINA-GOL DARAH AB- PENYAKIT TUMOR OTAK –END’S STADIUM, PENOLAKAN OPERASI MEMBUAT DAYA TAHAN PASIEN KURANG LEBIH DUA BULAN…”
Tak ada lagi janji temu dengan orang-orang kantor, dia hanya ingin Fina dalam pelukannya.

Dia sama sekali tak dapat menerima perlakuannya terhadap Fina, dia tanpa sengaja membiarkan Fina menderita sendirian sementara dia bersenang-senang dibelakang Fina, sungguh kejam. Pikir Sahid. Mulai deitik ini, dia akan menghabiskan dua bulan sisa hidup Fina bersamanya, waktu yang ada hanya akan dia gunakan untuk bersama Fina.
Keesokan harinya, Sahid menemui Lola dikantor, Lola begitu tampak senang dan segera berlari menuju pelukan Sahid, tapi Sahid menepisnya dan berkata, “Kita tidak bisa bersama lagi, hidupku hanya untuk Fina, maaf…”
Lola sempat tidak menerima, dia menangis marah pada Sahid, tapi Sahid tidak memperdulikannya, karena dia yakin, Lola yang cantik jelita itu bisa menemukan pendamping hidup dengan mudah. Mulai saat ini, saat pulang kerja. Sahid langsung menemui Fina.

***

Fina terbaring di Rumah Sakit, dia dirawat intensive untuk chemoteraphy, ini pun berkat bujukan Sahid, karena sebelumnya, Fina tak pernah mau dirawat diRumah Sakit. Fina yang terbaring dibangunkan oleh Sahid untuk mengisi perutnya dengan bubur ayam hangat, Sahid menyuapi Fina sesendok bubur, lalu mengambilkan air minum untuk Fina, siang malam Sahid menjaga Fina, tak pernah lelah mengambilkan semua segala kebutuhan Fina, dia merawat Fina, memberinya obat yang dianjurkan doketer sesuai jadwalnya, merawatnya dengan ikhlas. Membuat Fina bahagia, mengisi waktu dua bulan yang tersisa untuk Fina.

Sudah tepat sebulan Fina dirawat, keadaannya semakin lemah, badannya mulai kurus, rambutnya rontok karena chemoteraphy yang dijalaninya, tapi ditutupi oleh kerudung hijau miliknya, matanya seperti tenggelam, wajahnya menguning, banyak memar ditubuhnya, saluran pernafasannya juga mulai memakai oksigen, dalam keadaan seperti itu, Sahid masih tetap menjaganya, berada disisinya menemaninya dan membantunya kuat.
***


Suatu malam, Fina ingin diajak jalan-jalan ketaman Rumah Sakit itu dengan kursi roda, Sahid mengabulkan permintaannya, sebenarnya semua dan apapun permintaan Fina asal Fina bahagia, Sahid akan mengabulkannya. Sahid pun mendorong kursi rodanya, membawa Fina ketaman.

Fina memandangi bulan, “Bulan malam ini cantik ya…” ujarnya lemah.
Sahid pindah kehadapan Fina, “Masih kalah sama kamu, kamu masih lebih cantik daripada bulan…” ucapnya sambil tersenyum lembut.
Fina begitu senang, juga begitu terharu, matanya berkaca-kaca, “Sahid…, kalau aku pergi…” belum sempat Fina melanjutkan perkataannya, dia merasakan bibirnya dingin, karena Sahid menciumnya dengan lembut, badannya terasa hangat karena pelukan Sahid yang erat.

Sahid begitu ingin membuktikan cintanya pada Fina, biar bulan dan bintang pada malam itu menjadi saksi kesetiaan Sahid, walau hanya sedikit waktu, tapi perasaan yang diterima Fina darinya tidak sedikit, tapi sangat amat banyak, bahkan lebih daripada apa yang seharusnya pantas dia terima. Biar bulan dan bintang menjadi saksi atas perasaan yang dialami Sahid bukan karena rasa simpati, tapi perasaan cinta yang dulu hampir hilang, hampir redup, kini bangkit kembali, terang kembali, bukan karena rasa kasihan, tapi karena Sahid hanya benar-benar merasakan hatinya hangat dan tenang hanya pada saat berada disisi Fina. Biar bulan dan bintang jadi saksi atas keinginan Sahid untuk menjadi malaikat penjaga bagi Fina, yang menjadi selimutnya yang hangat saat dia kedinginan, yang menjadi cahaya disaat dia merasa gelap, karena Fina bagaikan jiwanya.

“Kau tak akan kemana-mana…”
Sahid terus memandang mata lembut milik Fina, “Selamanya… kau hanya akan ada dihatiku, tak akan pergi kemana-mana… kalaupun itu terjadi, aku yang akan selalu bersamamu kemanapun kau pergi…”

Sahid memegangi kedua pipi Fina yang dibasahi airmata, “Ehem, jangan menangis, kau jelek kalau menangis…” Sahid melap pipi Fina dengan kerudung hijau milik Fina yang dipakainya, “Aku tak bawa saputangan, untungnya aku memberimu kerudung hijau tahun lalu sebagai hadiah kau telah menerima cintaku…”
“Dulu waktu aku meneleponmu, kau bilang, kau juga ada hal yang ingin dibicarakan padaku. Apa itu…?”
Pertanyaan Fina agak membuat Sahid terbelak.
Fina memiringkan kepalanya dan mengulang pertanyaannya sembari tersenyum dan memegangi pipi Sahid. Dia menanti jawaban.

Sahid berdiri, dia membelakangi Fina, dia tak tahu harus member argument apa pada Fina, apa ini waktu yang tepat, apa ini kondisi yang tepat, apa ini situasi yang tepat. Walau bagaimanapun, Sahid tak pandai bercanda, tak pandai membuat berbagai alasan untuk meyakinkan orang agar percaya dan menunggu jawabannya. Fina pun tahu itu, jadi dia tak punya waktu untuk mengelak apalagi untuk melewati pertanyaan Fina.

Sahid kembali jongkok dihadapan Fina, menatap mata Fina dalam-dalam, “Aku pernah mencoba… untuk mencintai wanita lain selain kau…” Sahid menggenggam tangan Fina, “Kupikir bisa, dan nyatanya aku tak bisa…” jawabnya, dia menutup mata dan mencium jemari Fina dengan lembut. Berharap Fina bisa merasakannya. Dia membuka matanya, menatap mata Fina dan menatap senyuman Fina yang tulus, dia membalas senyum itu, matanya berkaca-kaca mengagumi keikhlasan Fina padanya.

Fina memeluk Sahid dengan erat, “Tunggulah sampai aku pergi… kau akan bisa mencintai Lola seperti mencintaiku, Lola gadis yang baik, pulihkan sakit hatinya terhadapmu. Tapi tunggulah sampai aku pergi…” dan bahu Sahid basah karena airmata Fina yang mengalir, “Aku minta maaf karena telah memaksamu untuk kumiliki dalam sisa-sisa hidupku, sampaikan maafku pada Lola…”

Fina tak membiarkan Sahid untuk berkata apa-apa, Fina tak membiarkan Sahid melepas pelukannya. Sahid dalam kagetnya terus berusaha melepaskan pertanyaan, darimana Fina tahu tentang hubungannya dengan Lola? Jadi selama ini Fina menahan perih dihatinya, menahan semua luka-luka yang menyayat jiwanya. Bertambah lagi rasa bersalah dalam diri Sahid, tapi karena balutan kasih, rasa bersalah itu berubah menjadi rasa yang penuh cinta, rasa yang ingin melindungi, Sahid memeluk Fina dengan erat.
“Aku tak akan melepaskanmu…”

Sambutlah fajar maka aku akan tersenyum melihatmu, jangan pernah ragu untuk ikhlas melpaskan seseorang, jangan pernah ragu untuk ihklas menjadi malaikat penjaga yang senantiasa menghangatkan dikala orang lain sedang kedinginan, dan menjadi cahaya saat gelap.
Seperti Sahid yang telah memberi lentera cahaya yang sangat terang pada Fina, dalam sisa-sisa hidupnya.


***









Sebulan setelah kepergian Fina, relung hatinya mulai gelap, karena tak ada lagi cahaya, tak ada lagi senyum kehangatan Fina yang membuat tenang, tak ada lagi tatapan tulus mata Fina yang membuat kehangatan dalam jiwanya.

Dia menyesali perhitungan waktu saat dia bersama dengan Fina, setahun lebih berpacaran dengannya tapi saat kebersamaan terlama hanya sampai dua bulan saja, apa yang dia lakukan dalam sepuluh bulan? Kemana dia dalam sepuluh bulan tersisa saat masih menyandang statusnya sebagai pacar Fina? Betapa tidak sadarnya dia.

Kerudung hijau yang digenggamnya kini mulai basah, bukan karena airmata. Tapi karena air Hujan. Sahid berada di halte bus tempat ia dan Fina pertamakali bertemu, tanpa kendaraan dan tanpa payung dia mengendap endapkan kakinya di aspal, tujuannya tak jelas, kini ia tak tahu lagi kemana hatinya akan berlabuh dirinya bagai layang-layang yang putus dan terkepak-kepak tak tentu arah. Sementara hujan terus mengguyur kota tempatnya berpijak.

Bola mata elangnya yang sayup terbuka lebar, dia kaget melihat sesosok wanita yang memakai kerudung hijau sedang berlarian menuju arahnya untuk mencari tempat berteduh dari hujan, senyumnya mengambang, “Syafina…” katanya.

Tapi wanita berkerudung hijau itu melewati Sahid, dia sama sekali tak mengenali Sahid, Sahidpun menghela nafas panjangnya dan menghembuskannya kembali, membuang senyumnya yang beberapa saat lalu terukir. Yah… setiap saat Sahid melihat wanita berkerudung hijau dia selalu teringat pada Fina. Ingin rasanya ia memutar waktu untuk kembali. Mengulang saat-saat mengetahui berapa banyak waktu yang dilewati Fina tanpanya.

Angin begitu kencang, menghempas kerudung hijau yang digenggam Sahid dengan lemah, Sahid bangun dari lamunannya, dia baru saja ingin mengambil kerudung hijau. Tetapi ada jemari lentik yang mendahuluinya.

“Sahid…!!!” Suara merdu yang dikenali Sahid menggema ditelinganya.
Dia mendongak, mendapati sesosok wanita berambut ikal, membawa payung hitam, berjalan menuju arahnya, samar-samar Sahid berusaha mengenali wajah wanita itu, senyum mulai kembali terukir diwajahnya dan seketika itu pun dengan hembusan nafasnya, senyumnya kembali hilang.
“Lola…?”

Lola segera memayungi Sahid dan mengambilkan kerudung hijau yang digenggamnya untuk Sahid, Lola mengantarnya kembali. Mereka berdua menyusuri sisi jalan dibawah naungan payung Hitam. Kerudung hijau yang digenggam Sahid terlepas lagi dari tangannya karena angin kencang. Sahid hanya memandanginya. Tetapi Lola berusaha mengejar, dan mengambil kembali kerudung hijau itu, namun Sahid menahan langkahnya.

Sahid memandangi Lola dalam, entah itu airmata atau airhujan yang menempel dipelupuk matanya dan jatuh membasahi seluruh wajahnya, Lola membalas pandangan mata Sahid dengan penuh tanya, Hati Lola ingin segera beranjak memunguti kerudung hijau itu yang sudah jauh. Sahid menggeleng. Tidak membiarkan Lola melakukan keinginannya. Dan mereka pun berjalan menjauh.

Ada banyak kata yang tak perlu diucapkan, cukup dirasakan saja dengan perubahan, jangan berkata apa-apa kalau itu menyakitkan. Tunggulah sampai aku pergi…, setelah itu katakanlah yang kau rasakan.

SAMI YUSUF

seminggu sebelum memasuki bulan suci Ramadhan 1431H/2010
qiah nonton sebuah tivi (indovision) channel haseena_channel bollywood_ yang pada saat itu menayangkan tentang persiapan selebrity india menyambut bulan puasa(yang muslim) disamping itu salahseroang penyanyi menyelesaikan albumnya dengan bantuan beberapa pihak tertentu, dari ruang siaran beberapa orang di shoot untuk diwawancarai tentang pendapatnya soal musisi bernuansa islami... seroang pria berbadan kurus tinggi, wajahnya bercamban, matanya tajam, dan senyumnya memesonaku.
dialah : Sami Yusuf .



Sami Yusuf, penyanyi asal Inggris yang mengusung musik bernuansa Islam, baru-baru ini mengeluarkan single terbarunya berjudul 'You Came to Me'. Single terbaru ini diluncurkan lewat website www.samiyusufofficial.com, sekaligus menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.

Musisi keturunan etnis Azeri ini dikenal sebagai pencipta dan penyanyi lagu bernuansa Islam dan menekankan isu-isu menyangkut umat manusia dan sosial global. Sami datang dengan revolusioner membawa pesan cinta dan damai dengan cara yang sangat unik dengan menyatukan budaya Timur dan Barat.

"Ketika pertama kali menulis dan menciptakan lagu, jenis musik ini benar-benar tidak mendapat tempat di pasar. Terkadang sewaktu bermain piano atau biola, saya juga tidak mengerti, apakah ini sebuah tindakan berani atau bodoh, untuk menciptakan musik di mana orang belum pernah menciptakan sebelumnya, genre musik yang tidak eksis dan juga pasar cengderung tidak memliki minat beli. Namun, inilah yang terjadi, sebuah karya tercipta tulus yang datang dari dalam hati saya," kata Sami dalam pidatonya di Universitas Roehampton, London bulan Juli lalu. Pada kesempatan itu, dia mendapatkan penghargaan "Honorary Doctorate" dari universitas tersebut atas kontribusinya di bidang musik.

Lirik lagu yang dinyanyikan Sami bercerita tentang kecintaannya pada agama Islam dan pengajaran penuh kasih, yang bertujuan menunjukkan sebuah kebenaran dan gambaran tentang Islam di seluruh dunia. Meskipun lagu-lagunya memanjatkan nilai-nilai "tradisional" seperti rasa cinta kasih pada orang tua dan perasaan iba pada orang lain, namun video yang ditampilkan tetap modern, bagus dan cosmopolitan. Mengambil setting di jalan-jalan kota London, Istanbul, Delhi dan Kairo. Sami berusaha tidak hanya menyanyikan lagunya dalam bahasa Inggris saja, namun juga dalam bahasa Farsi, Turki, Arab, Bosnia dan Urdu. Tujuaannya adalah membuat musiknya menjadi sebuah pesan yang dapat diterima oleh generasi muda Muslim dan semua orang yang menginginkan perdamaian dunia ini.

Melihat kesuksesannya sampai sejauh ini, musik Sami benar-benar menarik hati para penggemarnya. Sejak tahun 2003, dua album pertama yang sudah diluncurkan terjual lebih dari lima juta kopi di seluruh dunia, dan album ketiganya, yang termasuk di dalamnya single 'You Came to Me' mendekati angka yang sama. Sami sudah membuktikan dapat menarik perhatian dunia, salah satunya dalam konser di Istanbul yang dihadiri sekitar 250,000 penggemarnya.

Menekankan signifikansi personal pada tiap lagunya dan relevansi dengan pesan yang disampaikan di bulan Ramadhan, Sami berharap agar penggemarnya dapat menikmati lagu baru ini. "Saya menulis syair dan musik ini pada 23 November 2008, di mana waktu itu saya benar-benar merasakan emosi yang tercampur menjadi satu - kekalahan, kebohongan, terluka, frustasi. Pada saat itu, saya menyadari betapa saya diberkati karena saya menjadi hambaNya, dan dengan singkat perjalanan saya menuju kepadaNya terbuka di depan mata. Lagu ini merupakan ungkapan dari semua yang saya rasakan waktu itu. Saya berdoa agar setiap orang mendapat berkah dan hikmat di bulan Ramadhan ini," kata Sami di blog pribadinya.

Seluruh pendukung dan penggemar Sami dapat mendownload lagu terbaru ini dengan gratis dari website resmi Sami Yusuf www.samiyusufofficial.com sepajang bulan Ramadhan ini. Single terbaru ini dirilis dalam empat versi - Inggris (utama), Inggris - Arab, Inggris - Farsi, dan Inggris - Turki.

Tentang Sami Yusuf:
Sami Yusuf adalah penyanyi - penulis lagu, pencipta lagu, produser dan seorang musisi asal Inggris. Lahir di tengah keluarga berlatarbelakang musisi dari etnis Azeri, Sami mempelajari beberapa instrumen alat musik dan menunjukkan keseriusannya dalam menyanyi dan menciptakan lagu di usia yang masih sangat muda. Sami adalah seorang yang taat dan teguh memegang keyakinannya. Ia sering menunjukkan jiwa seni dan musiknya sebagai makna khusus yang membawa pesan cinta, belas kasihan, kedamaian dan toleransi, untuk mendorong generasi muda agar bangga pada apapun identitas mereka.

Sami belajar musik di beberapa institusi, dengan bimbingan komposer dan musisi terkemuka, termasuk composer dari The Royal Academy of Music di London, sebuah institusi musik yang sangat terkenal. Meskipun dalam studinya di Inggris berjalan sangat baik dan lancar, Sami memiliki pemahaman yang kuat tentang budaya Timur Tengah (atau Maqams) dan sudah tidak asing lagi dengan tradisi musik di Negara Timur dan Barat. Dua album pertama Sami sudah terjual lebih dari lima juta kopi di seluruh dunia.

Untuk informasi lengkap, kunjungi www.samiyusufofficial.com

PENJAGA HATI

21 August 2010
Penjaga Hati
by Zilqiah Angraini on Thursday, August 13, 2009 at 5:07pm
Ada waanita dan pria yg bertugas menjaga hati yg terbuat dari kayu... Hati yg dicari2 untuk ditebang, dipatahkan, dan dibakar..

Ada wanita dan pria yg bertugas menjaga hati yg terbuat dari besi, hati yg dicari untuk dilelehkan, dan dibuat berkarat...

Ada wanita yg bertugas menjaga hati yg terbuat dari kaca, hati yg dicari untuk dipudarkan, diusangkan, dan dipecahkan...

ada wanita dan pria yang bertugas menjaga hati yang terbuat dari emas kemudian dijadikannya kekayaan yang tak mungkin bisa dijual sehingga disimpannya baik baik agar tak ada yang mencuri atau memperolok.

Ada wanita dan Pria yang bertugas menjaga hati yang terbuat dari batu untuk dibuat karya seni yang dapat dipamerkan,

ada wanita dan pria yang menjaga hati yang terbuat dari air kemudian dijadikannya cermin agar dapat bebenah.


Kalian nanti akan menjaga hati jenis apa?

thankyou Damar Anjasmara

Si Pembawa Kebahagiaan & Para Pembuat Puisi

Kamu pasti mengantongi banyak candaan
Didalam laci lemarimu...
adakah kesedihan sebanyak yang aku punya ?

Banyak orang berlalu lalang, singgah, hanya untuk menawarkan kesedihan, lalu kusimpan didalam laciku.

Entah kenapa saat itu aku selalu ikhlas menerima tawaran demi tawaran.

Rasa penat sudah sering datang bertamu, yang kami bincangkan tak banyak, hanya soal kesedihan yang tertumpuk dilaci lemariku.

Apa yang biasa kalian tukarkan kepada mereka untuk mendapatkan kebahagiaan?
Dimana kalian menyimpan kebahagiaan agar tak pernah tercecer lagi, bahkan menghilang entah kemana.

Tangis juga sudah terlalu sering menginap dikamarku, tidur berdua denganku sembari menghitung jumlah kesedihan didalam laci itu. Juga merapikan yang berserak-serakan.

Malam itu, pintuku diketuk, Rasa penat, dan tangis terkaget, “siapa itu?” tanya kami.

Lalu suara dari balik pintu itu terdengar menjawab: “Ini aku si pembawa kebahagiaan!”.

Aku dan kedua sahabatku saling memandang, kuingat kembali dirimu yang punya banyak candaan, terlalu mahal membeli kebahagiaan karena hanya canda. Rasa penat bertanya lagi: “Berapa harga satu kebahagiaan yang kau jual?”.

“Tak mahal, kalau kau punya satu kesedihan, bisa kau tukarkan dengan 100 kebahagiaan...” katanya.

Aku beranjak menuju pintu, tapi Tangis menghadangku untuk membuka pintu, Tangis bertanya, “Lalu kalau aku punya banyak, apa yang kau lakukan dengannya?”
“kesedihan yang sudah kau tukarkan padaku, akan aku jual ke Si para pembuat puisi untuk membeli Keindahan.”

“Kenapa ke para pembuat puisi”

“Karena si pembuat puisi tau bagaimana menjadikan kesedihan di atas kertasnya menjadi keindahan, lalu memuai menjadi rasa haru”

Aku membuka pintu lebar-lebar untuknya, untuk si pembawa kebagiaan ini... tanpa peduli pada sahabatku yang merasa dikucilkan, mereka berdua marah lalu pergi...

Terimakasih Penat
Terimakasih Tangis
Tanpa kalian aku bukan wanita

Terimakasih kesedihan
Tanpamu aku tak bisa mendapatkan kebahagiaan

Terimakasih pembawa kebahagian
Tanpamu aku tak akan pernah tau fungsi kesedihan didalam laciku.

“ada berapa kesedihan yang kau miliki?” tanya si pembawa kebahagiaan.
“Ada berapa kebahagiaan yang kau bawa?” tanyaku


MY DESIGN








GUGUP CALON PENGANTIN


semalam sahabat saya datang kerumah, bukan berkunjung tapi memang jadwalnya tiap malam atau tiap saat saya sedang ada di rumah... dia masuk begitu saja menelusur pintu kamarku, sembari merebahkan badannya diatas kasur empukku. aku yang sedang asyik dengan dunia maya langsung mengomelinya, tp dia sudah terbiasa dengan omelan itu akupun begitu terbiasa dengan sikapnya. (maklum kami timbuh besar bersama)

"qie, calon suamiku ini pantas gak mendapingi hidupku? mampu ga dia menjadi ayah dri anak2ku nanti yg harus mengemban tanggung jawab penuh sebagai imam keluarga..."

pertanyaan itu untukku, tapi matanya menerawang ke langit2 kamar.
aku menghentikan jari2ku yg td sibuk berkomentar didunia maya.

bagaimana bisa pertanyaan macam itu dilontarkannya, sedang acara pelamarannya di abadikan sebulan yang lalu, acara panaik lekoknya juga seminggu yang lalu kejadiannya, dan sekarang tinggal menunggu akad nikah dan resepsinya yang seminggu lagi akan dilangsungkan...

kuhampiri ia dengan kerutan alisku, tanda prihatinku. "kenapa bertanya begitu lagi kah?" aku takut didalam batinnya ada keraguan.. tapi kutau menurut cerita dan berita ia sudah mantap menerima lamaran calon suaminya yang dia kenal di facebook, dan sudah bertemu dua kali, berpacaran selama dua bulan... cukupkah itu meyakinkannya.

dia menenggelamkan wajahnya keatas bantal, dia berkata begini, "aku sayang dia, keluargaku juga mencintainya, aku tak ingin kehilangan dia.. hanya saja apa pernikahan ini tidak salah langkah?"

aku ikut tengkurap disampingnya, "itu tentang kamu, tidak ada yang salah dalam mengambil langkah ke jenjang pernikahan... karena jika sudah diniatkan, Ridho Allah bertaburan dengan sendirinya, kamu hanya gugup saja.. tapi coba pikir calon suamimu, dia lelaki yang berani mengambil langkah besar, itu sebelumnya pasti sudah dia pikirkan matang-matang, demi sayangnya padamu dan cintanya pada Allah.. "

sahabatku bangkit kembali, dia menarik nafas panjang... menghembuskannya perlahan dan berkata, "minggu depan aku kawin..."

~_~V

Aku Mengajakmu Berbincang

Maaf jika saat mengajakmu berbincang,
yang kusuguhkan hanya :

teh hangat
-adalah airmataku

kue kering
-adalah senyumku

kalau kau mau tambah gulanya
-adalah tatapan mataku

ini perbincangan kita
"mengapa tangis slalu hadir?"

"mungkin karena rasa tak terima..."

"mengapa kadang rasa tak terima ada?"

"iya sedangkan kita selalu paham perbedaan keinginan dan kebutuhan..."

maaf jika saat mengajakmu berbincang
yang kusuguhkan hanya :

teh hangat..
kue kering..
dan tambahan gula..

yang cepat habis
sebelum sempat semua jelas.

Rahasia Puisimu


"Kau bagaikan pelangi yang begitu tinggi untuk kugapai, tapi aku tau pelangi itu tercipta karena gurat hujan dan hangat mentari, dan aku yakin jika mampu memberimu kehangatan dan menyejukkan hatimu aku bisa menggapaimu wahai "eloknya anggrek" nun jauh disana"

*thankyou timnas German atas kemenangannya stlh mengalahkan timnas Argentina di FIFA worldcup 2010 (11 juni-11 juli) andai German kalah maka puisi diatas tak tercipta*

^_^
pembuat puisi ini mungkin tak tau
bahwa karyanya itu ...
tersimpan dalam peti emas di hati.


biarlah menjadi rahasianya, bagaimana puisi itu tercipta dari seorang lelaki, yang tidak untuk perempuan tau pembuatannya.


big thanks : matahari

Auto Post Signature